Hari masih cerah saat Elang rehat sejenak menikmati secangkir dawet ayu di dekat bengkel lokomotif. Di bawah pohon beringin berjajar gerobak pedagang dawet ayu. Kursi plastik dan meja segi empat terlihat banyak yang kosong. Satu dua pengunjung terlihat menyeruput dawet ayu. Elang merebahkan tas ranselnya di kursi kosong. Abang pedagang dawet segera menawarkan dawet.
"Dawet bang?" Tanya abang dawet dengan senyum ramah.
"Iya bang, satu." Sahut Elang sambil mengelap keringat di dahinya dengan bulf.
Sambil menunggu dawet pesanannya jadi, Elang menikmati angin spoi-spoi di bawah pohon beringin. Satu dua kendaraan melintasi jalan di depannya duduk. Seberang jalan merupakan bengkel Lokomotif. Terlihat satu lokomotif datang dari arah timur dan berhenti lurus sejajar dengan tempat duduk Elang. Lokomotif lalu masuk ke dalam bangunan seperti hanggar pesawat. Di sanalah lokomotif itu diperbaiki.
Waktu sudah menunjukan jam 12 tepat. Terik matahari tepat tegak lurus dengan tanah. Lebatnya pohon beringin tak dapat ditembus terik matahari. Menjadikan tempat yang rindang untuk sekedar melepas lelah dan penat para pejalan dan menjadi tempat menjaja bagi pedagang dawet.
Terlihat pegawai bengkel lokomotif keluar dari hanggar dan menuju ke rimbunan pohon beringin. Di bawah pohon beringin di sepanjang jalan selama ada pohon beringin pasti ada pedagang. Bukan hanya pedagang dawet saja melainkan pedagang angkringan, mie ayam, es doger juga ada di sini.
Elang sudah menyeruput cangkirnya berisi dawet ke empat kali, ketika kursi-kursi yang tadi kosong kini mulai terisi penuh. Abang dawet yang tadi sibuk bermain gawai kini mulai sibuk mengantar dawet ke pelanggan.
Elang masih termangu, mencoba mengukur mundur perjalanan yang sudah ia tempuh. Semenjak ia keluar rumah dan keliling komplek ke komplek perumahan maupun pemukiman tak juga berkurang form blanko yang ia bawa. Ia mencoba berfikir keras bagaimana supaya ada pelanggan baru yang ingin menggunakan jasa layanan internet yang ia tawarkan.
Ini merupakan pekerjaan baru baginya. Sudah dua minggu ia menjalaninya. Mengetuk pintu dari rumah ke rumah mencoba menawarkan layanan internet. Berharap ada beberapa orang yang ingin menjadi pelanggan baru.
Setelah ia berhenti dari pekerjaan lamanya di sebuah cafe karena kontraknya habis, ia mencoba menjadi sales sebuah layanan internet. Setiap satu orang yang berhasil menjadi pelanggan baru, ia akan mendapat komisi Rp100.000,-.
Awalnya terlihat mudah baginya. Mengingat internet merupakan kebutuhan utama saat ini. Ia jalani dengan penuh semangat. Ia terus berjalan menghampiri orang demi orang dan menawarkan brosur berisi paket layanan internet. Penolakan demi penolakan ia hadapi dengan senyuman. Ia yakin usahanya kurang keras.
Hingga pada akhirnya titik jenuh menghampiri Elang. Ia merasa sudah selesai. Nampaknya ia merasa gagal setelah dua minggu berkeliling komplek tanpa hasil. Ia tak tahu lagi kemana harus mengarahkan anak panahnya, mengingat sudah hampir seluruh arah mata angin sudah ia lesatkan.
Grup Whatsapp yang menjadi informasi antar tim tak lagi berdering riuh. Nampaknya bukan hanya Elang yang mengalaminya. Hampir semua anggota tim merasakan apa yang dirasakan Elang. Berjalan kemari tak menemui hasil.
Di bawah pohon beringin ia termangu. Merasa sepi di tengah keramaian. Ia merasa hanya ia sendiri manusia di dunia yang bernasib sial. Ingin rasanya ia pulang saja. Namun ia sadar harus makan apa esok jika ia pulang. Ia ragu akan berhasil namun ia juga ragu esok hari akan makan apa jika ia pulang.
Anak panahnya tak lagi tegak ke atas. Kali ini memegangpun ia tak berani. Hingga akhirnya seorang Bapak paruh baya dengan setelan kemeja menepuk bahunya duduk di sampingnya sambil memesan secangkir dawet.
"Bang dawet satu bang." Pinta Bapak kepada Abang dawet.
"Baik pak." Sahut Abang dawet.
"Dari mana dek?" Tanya Bapak kepada Elang.
"Ini Pak dari jalan-jalan, keliling motor." Jawab Elang.
"Kuliah?" Timpal Bapak lagi.
"Enggak Pak." Elang kali ini sambil tersenyum kepada Bapak tersebut.
"Itu apa? coba lihat." Bapak mengambil brosur yang ada di atas tas Elang.
"Hmmm." si Bapak bergumam sambil menghembuskan nafas lalu meneguk dawet yang sudah disajikan.
"Kalau Bapak pasang beginian di rumah jarang ada yang pakai dek." Lanjut Bapak.
"Sudah dapat berapa pelanggan dek hari ini? Tanya Bapak.
"Belum ada Pak. Lagian cuma iseng-iseng aja pak. Ngisi waktu luang." Jawab Elang.
"Lo kerjaan kok iseng-iseng. Pantas gak ada pelanggan. Kalau kerja jangan setengah-setengah dek. Harus total." Sahut Bapak kemudian berdiri mengahmpiri Abang penjaja dawet alu pergi ke arah timur dengan sepeda motor GL Pro.
Elang tetap termangu ke arah bengkel lokomotif di depannya. Kali ini para pegawai sudah mulai kembali ke bangunan bengkel lokomotif untuk kembali bekerja.
Elang masih termangu, mencoba mengukur mundur perjalanan yang sudah ia tempuh. Semenjak ia keluar rumah dan keliling komplek ke komplek perumahan maupun pemukiman tak juga berkurang form blanko yang ia bawa. Ia mencoba berfikir keras bagaimana supaya ada pelanggan baru yang ingin menggunakan jasa layanan internet yang ia tawarkan.
Ini merupakan pekerjaan baru baginya. Sudah dua minggu ia menjalaninya. Mengetuk pintu dari rumah ke rumah mencoba menawarkan layanan internet. Berharap ada beberapa orang yang ingin menjadi pelanggan baru.
Setelah ia berhenti dari pekerjaan lamanya di sebuah cafe karena kontraknya habis, ia mencoba menjadi sales sebuah layanan internet. Setiap satu orang yang berhasil menjadi pelanggan baru, ia akan mendapat komisi Rp100.000,-.
Awalnya terlihat mudah baginya. Mengingat internet merupakan kebutuhan utama saat ini. Ia jalani dengan penuh semangat. Ia terus berjalan menghampiri orang demi orang dan menawarkan brosur berisi paket layanan internet. Penolakan demi penolakan ia hadapi dengan senyuman. Ia yakin usahanya kurang keras.
Hingga pada akhirnya titik jenuh menghampiri Elang. Ia merasa sudah selesai. Nampaknya ia merasa gagal setelah dua minggu berkeliling komplek tanpa hasil. Ia tak tahu lagi kemana harus mengarahkan anak panahnya, mengingat sudah hampir seluruh arah mata angin sudah ia lesatkan.
Grup Whatsapp yang menjadi informasi antar tim tak lagi berdering riuh. Nampaknya bukan hanya Elang yang mengalaminya. Hampir semua anggota tim merasakan apa yang dirasakan Elang. Berjalan kemari tak menemui hasil.
Di bawah pohon beringin ia termangu. Merasa sepi di tengah keramaian. Ia merasa hanya ia sendiri manusia di dunia yang bernasib sial. Ingin rasanya ia pulang saja. Namun ia sadar harus makan apa esok jika ia pulang. Ia ragu akan berhasil namun ia juga ragu esok hari akan makan apa jika ia pulang.
Anak panahnya tak lagi tegak ke atas. Kali ini memegangpun ia tak berani. Hingga akhirnya seorang Bapak paruh baya dengan setelan kemeja menepuk bahunya duduk di sampingnya sambil memesan secangkir dawet.
"Bang dawet satu bang." Pinta Bapak kepada Abang dawet.
"Baik pak." Sahut Abang dawet.
"Dari mana dek?" Tanya Bapak kepada Elang.
"Ini Pak dari jalan-jalan, keliling motor." Jawab Elang.
"Kuliah?" Timpal Bapak lagi.
"Enggak Pak." Elang kali ini sambil tersenyum kepada Bapak tersebut.
"Itu apa? coba lihat." Bapak mengambil brosur yang ada di atas tas Elang.
"Hmmm." si Bapak bergumam sambil menghembuskan nafas lalu meneguk dawet yang sudah disajikan.
"Kalau Bapak pasang beginian di rumah jarang ada yang pakai dek." Lanjut Bapak.
"Sudah dapat berapa pelanggan dek hari ini? Tanya Bapak.
"Belum ada Pak. Lagian cuma iseng-iseng aja pak. Ngisi waktu luang." Jawab Elang.
"Lo kerjaan kok iseng-iseng. Pantas gak ada pelanggan. Kalau kerja jangan setengah-setengah dek. Harus total." Sahut Bapak kemudian berdiri mengahmpiri Abang penjaja dawet alu pergi ke arah timur dengan sepeda motor GL Pro.
Elang tetap termangu ke arah bengkel lokomotif di depannya. Kali ini para pegawai sudah mulai kembali ke bangunan bengkel lokomotif untuk kembali bekerja.
0 comments:
Post a Comment