Krisis Ekonomi merupakan sebuah bencana ekonomi yang sangat menakutkan. Dampak yang paling menakutkan adalah sebuah Krisis Ekonomi selalu menciptakan kemiskinan secara masal.
Hampir semua negara di belahan dunia ini pernah mengalami Krisis Ekonomi. Berikut rangkuman beberapa Krisis Ekonomi terparah yang pernah terjadi di dunia yang mana dikutip dari berbagai sumber.
1. The Great Depression (Depresi Hebat)
The Great Depression berlangsung selama hampir seluruh periode antara tahun 1929 hingga pecahnya Perang Dunia II dan merupakan depresi terparah dan terpanjang dalam sejarah ekonomi dunia. Hal ini bertolak belakang dengan fakta bahwa pada tahun 1920-an, ekonomi dunia meningkat pesat, menjadi masa kemakmuran dan kejayaan yang sangat mencolok namun terjadi kemiskinan masif dengan seketika akibat terjadinya depresi.
Bahkan seorang Richard M. Salsman pernah berkata "Siapapun yang membeli saham pada pertengahan tahun 1929 dan menyimpannya maka ia akan melewati masa tuanya tanpa pernah melihat harga sahamnya kembali seperti semula sewaktu ia membelinya."
Periode depresi ini diawali dengan terpuruknya bursa saham Wall Street, yang merupakan keruntuhan paling dahsyat dalam sejarah pasar saham. Pada tanggal 29 Oktober 1929, 10 miyar Dollar AS (nilainya sekitar $95 milyar saat ini)lenyap ditelan bumi.
Pada tahun-tahun menjelang Selasa Hitam (Black Tuesday), di bursa saham Dow terlahir jutawan yang jumlahnya tak terhitung. Pasar saham menjadi hobi bagi investor bodoh, yang siap menggelontorkan uang mereka untuk membeli saham perusahaan (yang ternyata banyak yang fiktif) tanpa mempelajari rekam jejaknya.
Begitu pemerintah menaikkan tingkat suku bunga, kepanikan terjadi. Investor yang putus asa segera menjual saham mereka, tapi saham mereka ternyata sudah tidak bernilai lagi. Lebih parah lagi, Bank juga ternyata bermain saham, dan ini membuat banyak bank menjadi bangkrut. Amerika akhirnya masuk dalam masa depresi hebat dan banyak negara dunia lainnya bernasib sama.
Kota-kota besar di seluruh dunia terpukul, terutama kota yang pendapatannya bergantung pada industri berat. Kegiatan pembangunan gedung-gedung terhenti. Wilayah pedesaan yang hidup dari hasil pertanian juga tak luput terkena dampaknya karena harga produk pertanian turun 40 hingga 60 persen.
Begitu pula dengan sektor primer lain seperti pertambangan dan perhutanan. Tapi yang paling parah terkena dampaknya adalah masyarakat. Tabungan mereka lenyap seiring bangkrutnya Bank, pengangguran merajalela dan banyak orang kaya berubah jadi gelandangan.
2. Hiperinflasi Jerman, 1918-1924
Meskipun hiperinflasi yang melanda Jerman bukanlah yang terburuk dalam sejarah, tapi memiliki dampak yang paling hebat.
Pada tahun 1914, nilai tukar Dolar AS terhadap Mark Jerman sekitar 1 berbanding 4. Namun pada 1923, angka tersebut meledak hingga menjadi 1 Dolar AS setara dengan 1 triliun (1.000.000.000.000) Mark Jerman.
Sebagai buntut dari Perang Dunia Pertama, "sang pemenang" membebankan biaya rekonstruksi akibat perang kepada Jerman, nilainya mencapai sepertiga dari seluruh defisit anggaran Jerman. Beberapa pihak menuduh Jerman sengaja menyabotase ekonominya sendiri untuk menghindari kewajiban pembayaran tersebut.
Dengan memperkenalkan jenis baru mata uang pada tahun 1923, yang Rentenmark, diikuti kemudian Reichsmark pada tahun 1924, Jerman akhirnya dapat mengontrol inflasi tersebut. Tapi periode ini hampir pasti penting dalam kebangkitan Sosialisme Nasional dan menjadi jalan bagi sejarah kelam yang lebih mengerikan; lahirnya NAZI.
3. Resesi Hebat, 2008
Pada tahun 2008, bangkrutnya Bank Lehman Brothers yang memiliki aset bernilai 600 miliar dolar, menjadi simbol dimulainya krisis moneter paling dramatis sejak masa Depresi Hebat. Penyebabnya berkaitan dengan dideregulasinya beberapa kebijakan sektor keuangan, kebijakan moneter yang buruk dan runtuhnya ekonomi internasional akibat tingkat hutang yang tinggi di sektor publik dan swasta.
Efek yang disebabkan krisis ini begitu hebat. Meskipun Pemerintah AS berjuang untuk mengatasi krisis tetap saja terjadi kredit macet, runtuhnya pasar saham dan pertumbuhan melambat yang menyebabkan jumlah pengangguran membludak dan banyak orang harus kehilangan rumah akibat tidak mampu membayar kreditnya. Diperkirakan hingga Maret 2009, 45% dari kekayaan global telah lenyap, dan butuh waktu bertahun-tahun untuk mengembalikannya.
4. Krisis Minyak, 1973
Di bayang-bayangi oleh Perang Yom Kippur antara Suriah dan Mesir melawan Israel, OPEC menjadikan minyak sebagai senjata dengan cara melakukan embargo Minyak terhadap pihak yang mendukung Israel. Biaya minyak mentah meningkat sementara produksi dipangkas, terutama untuk AS dan Belanda.
Naiknya harga minyak yang ditetapkan oleh OPEC dan tingginya biaya yang dikeluarkan Amerika Serikat pada Perang Vietnam menyebabkan terjadinya stagflasi di Amerika Serikat. Anggota OPEC sepakat untuk menggunakan pengaruh mereka atas dunia-harga minyak untuk pengaturan mekanisme untuk menstabilkan pendapatan bagi mereka dengan meningkatkan harga minyak dunia. Tindakan ini diikuti beberapa tahun suram penurunan pendapatan setelah akhir Bretton Woods, serta baru-baru kegagalan negosiasi dengan "Seven Sisters" di bulan sebelumnya.
Embargo hanya berlangsung selama lima bulan, namun efeknya terus dirasakan hingga kini. Pasar Saham New York kehilangan hingga 97 miliar Dolar AS. Produsen mobil jepang mulai membuat mobil dengan ukuran kecil, dan AS memberlakukan pembatasan kecepatan maksimum 55 mil/jam untuk penghematan BBM. Presiden Carter akhirnya membentuk Departemen Energi untuk mengembangkan cadangan minyak negara tersebut.
5. Krisis Utang Sovereign Eropa, 2009 hingga kini
Inilah krisis terkini di daftar ini, dan tak ada seorang pun yang tahu, kapan atau bagaimana krisis ini akan berakhir. Saat ini pasar makin khawatir terhadap kemampuan negara-negara, khususnya Yunani, Irlandia, Spanyol, Portugal, dan Italia, untuk membayar utang mereka. Keterlibatan Bank-bank Internasional yang terus memberi utang terhadap negara-negara ini diduga bertanggung jawab atas semakin jatuhnya pasar.
Krisis utang pemerintah Yunani (juga dikenal dengan sebutan Depresi Yunani) adalah krisis utang negara pertama dari empat krisis utang di Zona Euro (semuanya disebut krisis utang Eropa). Krisis ini dimulai pada akhir 2009. Banyak pihak sepakat bahwa krisis ini dipicu oleh Resesi Besar, tetapi penyebab utamanya adalah perpaduan kelemahan struktural ekonomi Yunani dengan defisit struktural & rasio utang-PDB yang terlalu tinggi dan sudah lama terjadi.
Akibat dari data ekonomi yang buruk, pertumbuhan rendah dan utang yang besar membuat krisis ini masih berpotensi untuk terus membesar.
Dampak:
Pada tahun 2012, pemerintah Yunani memiliki kemacetan utang negara terbesar sepanjang sejarah. Yunani menjadi negara maju pertama yang gagal membayar pinjaman sebesar €1,6 miliar dari IMF pada tanggal 30 Juni 2015. Pada waktu itu, pemerintah Yunani memiliki utang senilai €323 miliar.
6. Krisis Moneter Asia Tenggara, Tahun 1997
Krisis keuangan Asia adalah periode krisis keuangan yang menerpa hampir seluruh Asia Timur pada Juli 1997 dan menimbulkan kepanikan bahkan ekonomi dunia akan runtuh akibat penularan keuangan.
Awalnya perkembangan luar biasa di Asia disebut sebagai "Keajaiban Ekonomi Asia". Banyak pengamat menyebut Macan dan Naga Asia sedang bangkit dan akan segera menggantikan dominasi ekonomi barat. Namun tak butuh waktu lama untuk membalikkan pujian tersebut menjadi bencana besar, dimulai pada Bulan Juli 1997. Ini berawal dari hilangnya kepercayaan investor pada mata uang Asia. Tingginya imbal balik membuat pasar Asia sebenarnya menarik, tapi ketika AS mencoba untuk mengatasi resesinya sendiri dengan ikut menurunkan tingkat suku bunga, membuat investor lebih tertarik pada Amerika, dan memandang pasar Asia terlalu beresiko.
Lalu terjadilah efek domino, dimulai dari Thailand dan meluas ke Filipina, Hong Kong, Malaysia dan Indonesia dan terus menyebar hingga memicu krisis global. Pasar saham Thailand terkoreksi 75%, Hong Kong 23% dan Singapura anjlok hingga 60%. Tak satupun pasar dunia yang tidak terimbas. Nilai tukar Rupiah terdevaluasi hingga 90%, pertumbuhan ekonomi Indonesia minus 13,7%, harga makanan melambung sampai 118% dan inflasi mencapai 78%.
Dampak:
Krisis moneter inilah yang memicu terjadinya kerusuhan massa pada Mei 1998 (terjai penjarahan di toko-toko), yang akhirnya melengserkan kekuasaan Suharto dari kursi kepresidenan yang telah di genggamnya selama 32 tahun.
Inflasi rupiah dan peningkatan besar harga bahan makanan menimbulkan kekacauan di Indonesia. Pada bulan Februari 1998, Presiden Suharto memecat Gubernur Bank Indonesia, Sudrajad Djiwandono. Akhirnya, Presiden Suharto dipaksa untuk mundur pada tanggal 21 Mei 1998 dan B.J. Habibie diangkat menjadi presiden. Mulai dari sini krisis moneter indonesia memuncak.
7. Krisis Rubel, Tahun 1998
Korupsi, kebijakan reformasi ekonomi yang tidak efektif, devaluasi nilai Rubel, dan ketidakstabilan politik membawa Rusia kedalam krisis moneter yang masif. Selain itu, posisi Rusia sebagai eksportir sepertiga dari jumlah minyak dan gas di dunia, menyebabkan Rusia sangat rentan terhadap terjadinya fluktuasi harga minyak. Ketika investor asing menarik uangnya keluar Rusia, Bank menjadi lumpuh dan dengan terpaksa meminjam pada IMF. Dan semua tahu, meminjam kepada IMF sama sekali tidak efektif. Imbal hasil obligasi tahunan secara mengejutkan meningkat sebesar 200%. Krisis ini juga menghantam pasar saham Dow, pasar saham ini mengalami penurunan nilai terendah sepanjang sejarah.
Dampak:
Krisis finansial Rusia (juga disebut "krisis rubel") menimpa Rusia pada tanggal 17 Agustus 1998. Krisis ini diperburuk oleh krisis finansial Asia yang dimulai pada Juli 1997.
Krisis ini juga memengaruhi negara lain seperti Lituania, Latvia, Estonia, Belarus, Kazakhstan, Moldova, Ukraina dan Uzbekistan.
8. Senin Hitam (Black Monday), Tahun 1987
Tidak ada yang tahu pasti apa yang menybabkan terjadinya Senin Hitam pada 19 Oktober 1987. Yang pasti adalah tiba-tiba hilangnya miliaran dolar dari pasar saham seluruh dunia. Hong Kong kehilangan 45,8% dari total nilai sahamnya, Inggris kehilangan 26,4%, Australia lenyap 41,8% dan Selandia Baru drop hingga 60%.
Beberapa orang meyakini kejadian ini bakal terulang di masa datang. Perdagangan program, perselisihan kebijakan moneter serta kekhawatiran akan inflasi, semuanya ditengarai menjadi penyebabnya. Bahkan kepanikan pasar bisa saja datang tiba-tiba tanpa sebab yang jelas dan rasional. Akibat yang pasti adalah akan kembali lenyapnya banyak uang tanpa jejak.
Dampak:
Pada akhir Oktober, pasar saham di Hong Kong, Australia, Spanyol, Britania Raya, Amerika Serikat, dan Kanada masing-masing turun 45,5%, 41,8%, 31%, 26,45%, 22,68%, dan 22,5%. Pasar Selandia Baru terpukul sangat parah, anjlok sekitar 60% dari puncaknya pada 1987, dan membutuhkan waktu beberapa tahun untuk pulih.
Kerusakan ekonomi Selandia Baru diperparah oleh nilai tukar yang tinggi dan penolakan Reserve Bank of New Zealand untuk melonggarkan kebijakan moneter dalam menanggapi krisis, berbeda dengan negara-negara seperti Jerman, Jepang, dan Amerika Serikat, yang bank-banknya meningkatkan likuiditas jangka pendek untuk mencegah resesi dan mengalami pertumbuhan ekonomi dalam 2-3 tahun ke depan.
9. Dekade yang hilang dari Jepang, Tahun 1990-2000
Runtuhnya gelembung aset (asset bubble) di Jepang pada tahun 1991 menyebabkan pertumbuhan ekonomi yang rendah dan berkepanjangan hingga tahun 2000. Penyebab sebenarnya dari krisis ini adalah akibat tidak sehatnya spekulasi, tingginya angka kredit dan rendahnya tingkat suku bunga. Ketika pemerintah mencoba untuk mengendalikannya, kredit semakin sulit didapat, dan penyertaan modal turun drastis. Inilah yang menyebabkan melemahnya ekspansi ekonomi sepanjang tahun 1990an, menjadikannya satu dekade yang hilang.
Jepang beruntung dapat menghindari depresi, tapi efek di tahun 1991 tersebut masih terasa sampai hari ini. Beberapa pengamat meyakini kejadian ini akan terulang pada dunia barat bila sistem ekonominya tidak segera dibenahi.
Dampak:
Banyak perusahaan Jepang mengganti sebagian besar tenaga kerja mereka dengan pekerja sementara, yang memiliki sedikit keamanan kerja dan lebih sedikit keuntungan
Upah mengalami stagnansi, Dari puncaknya pada tahun 1997, upah riil telah turun sekitar 13% - angka yang belum pernah terjadi sebelumnya di antara negara maju.
Butuh waktu 12 tahun bagi PDB Jepang untuk pulih ke tingkat yang sama dengan tahun 1995.Pada tahun 1991, output riil per kapita di Jepang 14% lebih tinggi dari pada Australia, namun pada tahun 2011 output riil turun menjadi 14% di bawah tingkat Australia.
Dalam kurun waktu 20 tahun, ekonomi Jepang disusul tidak hanya dalam output kotor, namun efisiensi tenaga kerja, padahal sebelumnya merupakan pemimpin global keduanya.
10. Kepanikan Bank, Tahun 1907
JP. Morgan |
Knickerbocer Trust Company |
Adalah krisis keuangan Amerika Serikat yang terjadi selama periode tiga mingguan dimulai pada pertengahan Oktober, ketika New York Stock Exchange turun hampir 50%, dari puncaknya tahun sebelumnya.
Penyebab :
Kepanikan terjadi karena hal itu terjadi pada masa resesi ekonomi dan banyak terjadi pada bank dan perusahaan kepercayaan. Kepanikan 1907 akhirnya menyebar keseluruh negara ketika banyak bank dan bisnis negara bagian dan lokal mengalami kebangkrutan.
Kepanikan tersebut dipicu oleh kegagalan harga penawaran saham United Copper Company. Maka bank-bank yang memberikan pinjaman mengalami kerugian dan menyebar ke bank-bank yang terafiliasi yang kemudian memicu seminggu kemudian jatuhnya Knickbocker Trust Company- Newyork City.
Runtuhnya Knickerbocker menyebarkan ketakutan ke seluruh kepercayaan kota saat bank-bank regional menarik cadangan dari bank-bank New York City. Panik meluas ke seluruh negara karena sejumlah besar orang menarik simpanan dari bank daerah mereka.
Dampak:
Bank-Bank mengalami Rush yakni nasabah berbondong-bondong menarik uang dari bank-bank tersebut.
Bukan hanya bank yang mengalami Rush bahkan perusahaan juga sehingga harga saham anjlok hal ini terjadi secara domino.
Besarnya efek yang ditimbulkan oleh kepanikan ini akhirnya memicu didirikannya Federal Reserve System pada tanggal 22 Desember 1913 dengan Charles Hamlin sebagai gubernur pertama.
Sumber:
0 comments:
Post a Comment